Seorang Ibu terlihat gusar, setelah melihat tumpukan piring kotor di dapurnya.
Semua itu bekas makan siang beberapa orang tamu yang baru saja berkunjung. Bukan
karena banyaknya cucian piring, tetapi masih terlihatnya potongan-potongan
daging bersisa, belum lagi sisa nasi yang masih menumpuk di piringnya. Ah…
padahal untuk menyediakan lauk pauk itu tentu si ibu mesti mengeluarkan uang
yang tidak sedikit. Semua itu demi menjamu tamunya.
Kalau saja para tamu
itu hanya memakan daging dan mengambil nasi secukupnya saja, tentu tidak akan
ada makanan bersisa di piring kotor. Dan anak-anaknya bisa ikut menikmati
sebagian daging utuh lainnya. Melihat sisa potongan daging itu, si Ibu bingung,
mau di buang ... sayang... mau di olah lagi… sudah kotor bercampur sisa makanan
lain…. tapi Alhamdulillah tetangga sebelah punya kucing… mungkin ini rezeki si
kucing.
***
“Jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya
kamu tidak akan dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl:18).
Begitu banyak nikmat
yang diberikan oleh Allah kepada kita. Nikmat iman, nikmat sehat, nikmat
penghidupan (harta, ilmu, anak, waktu luang, ketentraman, dan lain-lain) serta
nikmat-nikmat lain yang tak terkira. Namun dengan sekian banyak nikmat yang
Allah berikan seringkali kita lupa dan menjadikan kita makhluk yang sedikit
sekali bersyukur, bahkan tidak bersyukur, Na'udzubillahi min
dzalik…
Seringkali kita baru menyadari suatu nikmat bila nikmat itu di
ambil atau hilang dari siklus hidup kita. Ketika sakit, baru kita ingat semasa
sehat, bila kita kekurangan baru kita ingat masa-masa hidup cukup.
Syukur diartikan dengan memberikan pujian kepada yang memberi kenikmatan
dengan sesuatu yang telah diberikan kepada kita, berupa perbuatan ma’ruf dalam
pengertian tunduk dan berserah diri pada-Nya.
Cobalah kita memikirkan
setiap langkah yang kita lakukan. Bila makan tak berlebihan dan bersisa.
Bayangkan, di tempat lain begitu banyak orang yang kesulitan dan bekerja keras
demi untuk mencari sesuap nasi. Bahkan banyak saudara-saudara kita yang kurang
beruntung, mencari makan dari tong-tong sampah. Lantas sedemikian teganyakah
kita menyia-nyiakan rezeki makanan yang didapat dengan berbuat mubazir.
Ketika punya waktu luang malah dipergunakan untuk beraktivitas yang
tidak bermanfaat bahkan cenderung merugikan orang lain. Kala tubuh sehat, malah
lebih banyak dipakai dengan melangkahkan kaki ke tempat tak berguna. Tidak
terbayangkah bila nikmat itu hilang dengan datangnya penyakit atau musibah
lainnya. Ah... alangkah ruginya… karena semuanya menjadi percuma disebabkan
tidak bersyukurnya kita atas nikmat. Bahkan karena sikap-sikap tadi yang didapat
hanyalah dosa dan murka-Nya. Na'udzubillah….
Kita harus berusaha
mengaktualisasikan rasa syukur kita dari hal-hal yang sederhana. Setiap
aktifitas sekecil apapun usahakan untuk selalu sesuai aturan-Nya, selaku
pencipta kita. Kerusakan yang sekarang timbul di sekeliling kita tidak lain
karena sikap kufur nikmat sebagian dari kita. Bayangkan, negara yang kaya akan
sumber daya alam, tetapi sebagian besar rakyatnya miskin.
Untuk itu,
tidak ada salahya bila kita mulai dari diri dan keluarga, belajar bersyukur atas
nikmat yang Allah berikan. Agar nikmat itu jangan sampai menjadi naqmah (balasan
siksa), karena kufur akan nikmat-Nya. Mulailah untuk sering melihat kondisi
orang-orang yang berada di bawah kita. Jika sudah, tentulah kita akan lebih
banyak mengatakan “Alhamdulillah”. Seperti dalam hadits Rasulullah Saw,
”Perhatikanlah orang yang berada di bawah tingkatanmu (dalam urusan duniawi),
dan jangalah kamu memandang kepada orang yang berada di atasmu. Itu lebih layak
bagimu supaya kamu tidak menghina pemberian Allah kepadamu.”
(HR.Muslim).
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kehilangan nikmat
(yang telah Engkau berikan), dari siksa-Mu yang mendadak, dari menurunkannya
kesehatan (yang engkau anugrahkan) dan dari setiap kemurkaan-Mu.” (HR. Muslim
dari Ibnu Umar).
(Ervin Hidayati/ummu_fatih@yahoo.com)
sumber
: eramuslim
Posting Komentar