0

Aunur Rofiq Ghufron

Beberapa waktu yang lalu, kami mengulas tentang bagaimana bertamu yang sesuai dengan sunnah Rasulullah. Lalu bagaimana dengan sikap shohibul bait (tuan rumah)? Langsung saja (tanpa pendahuluan) kami uraikan satu per satu bagaimana adab yang benar dalam menerima tamu, baik itu muslim maupun kafir. Apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang dilarang?

 1. Menjawab Salam

Menjawab salam saudara kita sesama muslim berarti merealisasikan sunnah Rosululloh dan menunaikan hak sesama muslim.
Dari Abu Hurairoh berkata: Saya mendengar Rosululloh bersabda:
"Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima; Menjawab salam... " 1
Adapun apabila ahli kitab yang mengucapkan salam, maka jawabannya cukup hanya dengan ucapan "alaik" atau "alaikum" saja, sebagaimana keterangan yang lalu.

 2. Boleh Menanyakan Siapa Namanya

Ketika sohibul bait (tuan rumah) mengetahui ada tamu yang sedang meminta izin masuk ke rumahnya sedangkan dia tidak mengenal sebelumnya, maka boleh menanyakan namanya. Misalnya dengan menggunakan pertanyaan: "Siapa nama Anda?", "Siapa itu?" atau pertanyaan serupa lainnya.
Dari Qotadah dia berkata:
"Aku pernah bertanya kepada sahabat Anas: Apakah berjabat tangan itu ada pada zaman sahabat Nabi" Maka dia menjawab: "Ya". 2
Hikmah berjabat tangan sesama muslim sangat banyak sekali, antara lain: dapat melapangkan dada, menambah erat ukhuwah Islamiyah dan dapat menghapus dosa selama belum berpisah.

 3. Boleh Menolak Tamu

Alloh memberi wewenang kepada shohibul bait untuk menentukan sikap terhadap tamu yang datang antara menerima dan menolak. Jika memang harus menolaknya karena suatu hal, maka hendaknya dia menolak dengan sopan, menyampaikan udzurnya dan dengan adab yang baik.
Dari Abu Hurairah dari Nabi Beliau berkata:
... barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaknya memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaknya bicara yang benar atau diam. 3

 4. Berjabat Tangan

Ketika bertemu dengan tamu saudara sesama muslim, disunnahkan berjabat tangan sebagaimana amalan para sahabat Nabi Muhammad.
Dari Jabir bin Abdulloh bahwasanya dia berkata:
Saya datang kepada Rosululloh untuk membayar hutang ayahku, aku mengetuk pintu rumahnya. Beliau bertanya: "Siapa itu?". 4
Dari Al-Barro' bin Azib ia berkata: Rosululloh bersabda:
Tidaklah dua orang Islam yang saling bertemi lalu berjabat tangan melainkan Alloh akan mengampuni keduanya selagi belum berpisah. 5
Tetapi bila tamunya wanita yang bukan mahrom, maka dilarang berjabat tangan. Karena Rosululloh sepanjang hidupnya tidak pernah berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya.
Dari Aisyah ia berkata:
... tidaklah pernah tangan Rosululloh menyentuh tangan seorang wanitapun (yang bukan -mahromnya), kecuali budak wanita yang beliau miliki. 6
Bahkan dosa orang yang berjabat tangan atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya lebih pedih daripada ditusuk kepalanya dengan jarum besi.
Dari Ma'qol bin Yasar ia berkata: Rosululloh bersabda:
"Sungguh kepala seorang bila ditusuk dengan jarum besi itu lebih balk dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya ". 7

5. Boleh Saling Berpelukan

Berpelukan dengan tamu yang datang dari bepergian, pada asalnya dibolehkan, karena banyak sahabat yang mengamalkannya. Imam Ahmad, Abu Ja'far At-Thohawi berkata:
Ulama berselisih pendapat dalam hukum berpelukan. Ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Mereka yang membolehkan berdalil dengan riwayat dari Sya'bi dengan sanadnya:
"Sesungguhnya sahabat Nabi apabila mereka bertemu, mereka saling berjabat tangan dan bila datang dari bepergian mereka berpeluk-pelukan.
Dari Abu Ja'far dia berkata: Ketika aku datang menghadap Rosululloh dari Najasi beliau menjumpaiku lalu memelukku.
Dari Ummu Darda' dia berkata: Ketika Salman tiba, dia bertanya "Dimana saudaraku?" Lalu aku menjawab: "Dia di masjid", lalu dia menuju ke masjid dan setelah melihatnya, dia memeluknya, sedangkan sahabat yang lain saling berpeluk-pelukan pula.
Kesimpulannya: Pada mulanya dilarang berpeluk-pelukan kemudian atsar berikutnya membolehkan. 8
Muhammad Al-Mubarokfuri berkata:
"Adapun penggabungan hadits antara Riwayat Anas yang menerangkan tidak disyari'atkannya berpelukan, dengan riwayat Aisyah yang membolehkannya, maka riwayat Aisyah mertunjukkan kekhususan ketika datang dari bepergian. Wallohu a'lam." 9
Kami tambahkan pula bahwa bab berpelukpelukan ini dikutip pula oleh Imam Bukhori di dalam kitab shohihnya, Imam Tirmidzi di dalam kitab Jami'nya dan Abu Dawud di dalam kitab Sunannya yaitu Kitab Al-Isti'dzan wal Adab, silakan menelaahnya.
Walhasil, berpelukan dengan tamu yang baru datang dari bepergian jauh dibolehkan asal sesama jenis. Sebagaimana yang pernah diamalkan oleh para sahabat. Wallohu a'lam.

 Catatan Kaki
HR Bukhori.
HR Bukhori.
HR Bukhori.
HR Bukhori.
HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Albani berkata: "Hadits ini shohih." No: 525.
HR.Bukhori.
HR. Tabrani dalam Mu'jamil Kabir dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah: 226.
Untuk lebih jelasnya periksa kitab Syarhu Ma'anil Atsar: 4/281.
Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi: 7/434.

Posting Komentar

 
Top